POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

POST-TITLE-HERE

Posted by Author On Month - Day - Year

POST-SUMMARY-HERE

Seabad warga Jepang di Brasil

Diposting oleh Suicune And the Pair of Heart On 00.01
Cerita mengenai seabad warga jepang di brasil
Sao Paulo
Kawasan Liberdade di Sao Paulo kental dengan suasana Jepang
Seratus tahun setelah imigran Jepang mendarat di Brasil, digelar peringatan besar yang mencerminkan warisan penting mereka.

Diperkirakan 1,5 juta keturunan Jepang di Brasil, yang merupakan jumlah warga Jepang terbesar di dunia di luar Jepang. Peringatan seabad mendaratnya imigran Jepang ini antara lain untuk menghormati para imigran yang pertama kali mendarat di pelabuhan Santos, dekat Sao Paulo. Di sisi lain peringatan ini juga untuk mengucapkan terimakasih kepada warga Brasil yang menyambut mereka dengan baik. Tanggal 18 Juni Tahun 1908, sebanyak 165 keluarga tiba di pelabuhan Santos untuk keluar dari kemiskinan dan sempitnya pekerjaan di Jepang, sementara di Brasil ada kebutuhan pekerja untuk perkebunan kopi. Bagaimanapun jelas imigrasi tersebut bukanlah cerita yang menyenangkan, seperti yang dibuktikan oleh Museum Imigrasi Jepang di Sao Paulo.

Mereka harus tinggal di Brasil dan berpikir bahwa Brasil merupakan tanah tempat mereka hidup
Lidia Yamashita

Langkah awal yang pahit

Para warga Jepang yang baru tiba di Brasil menghadapi kejutan budaya yang amat kuat karena bahasa, makanan, dan cuaca yang amat berbeda.

Tujuan awal kedatangan mereka adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dan segera pulang ke kampung halaman. Namun bagi sebagian besar, mencapai tujuan itu tidaklah mudah.

"Ketika mereka tiba di sini, perkebunan kopi belum amat produktif," kata Lidia Yamashita dari Museum Imigrasi Jepang di Sao Paulo. "Dan karena Perang Dunia II, mereka tidak mempertimbangkan untuk kembali ke Jepang. Ekspektasi mereka berubah. Mereka harus tinggal di Brasil dan berpikir bahwa Brasil merupakan tanah tempat mereka hidup."

Sejumlah imigran dan anak cucu mereka belakangan meraih keberhasilan dalam masyarakat Brasil, namun langkah pertama dulu amat menyakitkan. Kokei Uehara --kini menjadi Profesor di Universitas Sao Paulo dan Presiden Asosiasi Jepang-- mengenang tahun-tahun pertama keluarganya tiba di Brasil.

"Saya bekerja, seorang anak laki-laki yang baru berusia 9 tahun," kenangnya.

Dia bekerja pagi hari di perkebunan dan setelah itu berganti baju untuk berangkat ke sekolah.

"Saya berjalan kaki sampai 4 km dan seringkali dengan kaki telanjang. Dan kadang matahari amat terik dan kakiku terbakar panas," tambahnya.


Adelia Muramoto
Adelia Muramoto terpisah dari kakak perempuannya

Keluarga terpisah

Imigrasi warga Jepang ke Brasil ini juga menyebabkan beberapa keluarga menjadi terpisah. Di rumahnya di Sao Paulo, Adelia Muramoto mengenang dia harus meninggalkan kakak perempuannya --yang saat itu berusia 8 tahun-- karena menderita sakit mata ketika mereka akan berangkat ke Brasil. Paman mereka berjanji akan membawa kakaknya ke Brasil tahun berikutnya, namun perang membuat mereka tidak bisa bertemu sampai 36 tahun kemudian.

"Saya pikir semuanya akan berjalan normal dan akan segera bertemu dengan kakak saya. Jadi tidak pernah terpikir kalau diperlukan waktu bertahun-tahun sebelum saya bertemu dia lagi," kata Muramoto.

"Tiba di Brasil waktu berlalu dengan cepat. Ketika bermain dengan anak-anak lain dan kakak saya tidak ada, barulah saya menyadari bahwa dia menghilang."

Warisan Jepang

Semua orang adalah warga Brasil dan mereka mempunyai pengaruh yang positif
Ruy Ohtake

Di beberapa tempat di Sao Paulo bisa terlihat nyata suasana Jepang, khususnya di kawasan Liberdade. Setelah beberapa tahun bekerja di kawasan pedesaan, banyak imigran Jepang yang pindah ke perkotaan untuk kehidupan yang lebih baik. Toko, restoran, dan pasar di kawasan ini membuat Liberdade tampak seperti kota di Jepang dan bukan kota Amerika Latin. Kini Liberdade menjadi salah satu atraksi wisata di Sao Paulo.

Setiap akhir pekan, Liberdade penuh dengan pengunjuk yang menikmati ragam makanan, dan dari kebiasaan makan warg Brasil saat ini bisa dilihat sebagai salah satu warisan imigran Jepang.

Selain memperkenalkan makanan yang simpel, imigran Jepang juga membawa tehnik pertanian baru yang membantu Brasil menjadi adi daya pertanian dunia. Terlihat juga pengaruh dari tradisi Jepang dalam budaya Brasil. Ruy Ohtake, seorang arsitek di Sao Paulo, merancang hotel Unique dan gedung untuk Lembaga Tamie Ohtaka --yang didedikasikan kepada ibunya, seorang artis Brasil yang berhasil,

Menurut Ohtake, amat penting bagi warga Brasil keturunan Jepang untuk berperan lebih banyak dalam kehidupan masyarakat luas.

"Semua orang adalah warga Brasil dan mereka mempunyai pengaruh yang positif," tutur Ohtake.

"Saya kita tidaklah baik untuk menciptakan pemisahan atau hidup terisolasi. Integrasi dengan warga Brasil amat penting," tambahnya.

Pekerjaan berat

Para pemuka masyarakat mengatakan warga Brasil keturunan Jepang sudah berintegrasi secara menyeluruh dengan masyarakat Brasil, dan seabad kemudian sekitar 40% dari mereka sudah merupakan campuran Brasil-Jepang. Bagaimanapun seorang sejarawan, Arlinda Rocha Nogueira, mengatakan evolusi masih belum sepenuhnya selesai.

"Saya tidak akan mengataktan integrasi 100%. Tidak," tegasnya.

"Mereka baru bergerak ke arah integrasi pada generasi ketiga dan keempat, tapi bukan generasi pertama atau kedua. Ada sejumlah komunitas Jepang yang tertutup."

Bagaimanapun tampaknya semangat dan kerja keras mendorong banyak warga Brasil keturunan Jepang mencapai keberhasilan, yang tidak pernah bisa dibayangkan imigran pertama dulu.

Dan dalam peringatan seratus tahun ini, keberhasilan itu menjadi bagian dari perayaan.

0 Response to "Seabad warga Jepang di Brasil"

Posting Komentar

    Wh